Buntut Blackout, DPRD Bali Panggil PLN, Desak Percepatan Kemandirian Energi di Bali

5 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Pemangilan ini untuk mengklarifikasi penyebab blackout (pemadaman total) listrik yang terjadi pada 2 Mei 2025 lalu dan mendorong percepatan realisasi kemandirian energi berbasis energi baru terbarukan (EBT) di Bali.

Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih dan Ketua Komisi III DPRD Bali I Nyoman Suyasa. Dalam pertemuan itu, Suyasa menegaskan bahwa gangguan listrik skala besar (blackout) yang terjadi awal Mei lalu seharusnya dapat diantisipasi sejak awal.

“Sudah disampaikan bahwa ada gangguan kabel bawah laut. Ini sudah clear. Tapi ke depan, Komisi III mendorong kemandirian energi berbasis energi baru terbarukan alias EBT. Rencana tentang kemandirian energi ini di Bali Sudah dari lima tahun lalu, cuman belum bisa jalan. Nah sekarang pertanyaannya apa yang menyebabkan mandeg. Sekarang baru terjadi blackout baru ada pemikiran, baru ngeh Bali itu harus mandiri di bidang energi,” katanya. 

“Walaupun nanti dari segi bahan bakunya memang agak susah. Nah itu perlu dipelajari, digali. Saya kira itu yang perlu kita bicarakan ke depannya. Rencana ini juga sudah dibicarakan dibahas dengan Gubernur Bali Wayan Koster dan PLN. Kami mengharapkan rencana-rencana itu agar segera terealisasi lah,” sambung Suyasa.

Menurutnya, EBT adalah solusi paling cocok bagi Bali sebagai daerah wisata. Beberapa jenis energi alternatif yang potensial antara lain panas bumi, gas, dan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Namun, bahan baku seperti gas masih harus didatangkan dari luar, misalnya dari Sulawesi. “Kalau bahan bakunya dari luar Bali, tentu ada risiko pasokan. Karena itu perlu dipikirkan betul solusi energi yang bersumber dari Bali sendiri,” jelasnya.

Ia menambahkan, blackout telah menimbulkan dampak serius terhadap citra dan perekonomian Bali. “Ini menyangkut image Bali di mata dunia. Seolah-olah Bali belum siap dengan kemandirian energi. Jangan sampai ini jadi isu liar di mancanegara,” tambahnya. Dalam kesempatan itu, Suyasa juga menyoroti maraknya pembangunan tak berizin atau bodong di Bali yang disebut turut menyedot daya listrik secara tidak resmi. “Yang bodong-bodong itu jelas berpengaruh. Menguras energi tapi tidak tercatat secara resmi. Ini jadi atensi kami, dan PLN harus menyikapinya dengan serius,” tegasnya

Dari sisi pasokan listrik, PLN Bali menyatakan telah menyiapkan langkah jangka pendek. Senior Manager Distribusi PLN UID Bali Putu Eka Astawa menjelaskan, pada tahun ini PLN akan menambah daya sebesar 280 megawatt (MW). “Sebanyak 60 MW sudah beroperasi sejak Maret. Pada Juni nanti menjadi 110 MW, dan pada November seluruh 280 MW sudah aktif. Dengan tambahan ini, reserve margin kita akan naik dari 15% menjadi sekitar 25-30%,” jelasnya.

Menurut Eka Astawa, tambahan daya ini penting karena kondisi saat blackout lalu dipicu oleh gangguan dan pemeliharaan pada beberapa pembangkit, sehingga proses pemulihan membutuhkan waktu lama. Pembangkit batu bara seperti Celukan Bawang, misalnya, memerlukan waktu 10-12 jam untuk kembali menyalurkan energi.

Lebih lanjut, PLN menargetkan pada 2026 akan ada tambahan 260 MW lagi dari PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) di Pesanggaran. Kemudian pada 2029 hingga 2030 akan ditambah lagi 2x450 MW. “Semua proyek ini menggunakan bahan bakar gas. Tantangannya tentu mitigasi risiko pasokan gas dari luar Bali,” katanya. Terkait kompensasi akibat blackout 2 Mei lalu, PLN menegaskan yang diberikan bukanlah ganti rugi, melainkan kompensasi sesuai Peraturan Menteri ESDM. Kompensasi akan diberikan dalam bentuk pengurangan tagihan untuk pelanggan pascabayar atau tambahan token bagi pelanggan prabayar. “Durasi dan data pelanggan yang terdampak sudah dipegang di kementerian. Realisasinya biasanya satu hingga dua bulan setelah kejadian,” tandas Eka Astawa. PLN juga tengah menyiapkan pilot project PLTS atap dengan sistem penyimpanan baterai (PLTS Rooftop plus BESS (Battery Energy Storage System)). Program tahap awal ini menargetkan kapasitas 9 MWp dan sudah ada 12 pelanggan yang berminat, termasuk instansi pemerintahan dan sektor bisnis.  

PLN mencanangkan proyek PLTS atap ini untuk menyasar empat segmen utama. Segmen pertama adalah kawasan gedung industri, bisnis, dan hospitality yang mencakup lahan lebih dari 1.200 hektare dengan potensi kapasitas mencapai 156 MWp. Segmen kedua menyasar gedung sekolah dan universitas dengan luas lebih dari 200 hektare dan estimasi daya lebih dari 24 MWp.

Segmen ketiga adalah kantor-kantor pemerintah provinsi dan daerah dengan luasan di atas 50 hektare dan potensi kapasitas lebih dari 5 MWp. Sementara itu, segmen keempat difokuskan pada kawasan desa adat dan area Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) dengan luas lebih dari 200 hektare serta estimasi kapasitas lebih dari 28 MWp. “Kami masih mengkaji kekuatan struktur atap. Kalau lolos asesmen dan pelanggan setuju, baru masuk tahap biaya dan pemasangan. Ini teknologi baru, belum pernah diterapkan, tentu ada beberapa hal yang harus kita koordinasikan secara berjenjang di level kementerian karena memang solusi ini baru kita siapkan di Bali saja, di tempat lain belum ada. Kalau berhasil, akan dikembangkan ke pelanggan rumah tangga,” ungkap Eka Astawa. Dia menyebut, keunggulan sistem ini bukan hanya pada penambahan daya bagi PLN, tapi juga adanya kompensasi bagi pelanggan yang menyalurkan kelebihan listrik ke jaringan PLN. Selain itu, hal ini menjadi menarik untuk diterapkan karena seiring tren harga baterai yang menurun dalam lima tahun terakhir. 7 t
Read Entire Article