16 Tahun Malu Dong Community, Pengelolaan Sampah di Bali Jalan di Tempat

1 day ago 1
ARTICLE AD BOX
Malu Dong Community berbahagia telah bertambah usia yang tahun ini dirayakan dengan berbagai aktivitas bertajuk ‘Nyampaht.’ Di sisi lain, bertambah usianya komunitas lingkungan ini menandakan pekerjaan mereka, berhadapan dengan persoalan sampah, masih ada dan belum kunjung usai.

“Selama kami ada 16 tahun ini, progres pengelolaan sampah di Bali kami lihat berjalan di tempat,” ungkap Mang Bemo kepada NusaBali.com ketika ditemui usai acara Nyampaht(alk) di Dharmanegara Alaya, Denpasar, Rabu (16/3/2025).

Kata pria asal Banjar Tampakgangsul, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar ini, persoalan sampah di Bali bakal begini-begini saja jika pemerintah tidak tegas. Kedua, jika pembagian tugas antara masyarakat, pemerintah, dan pihak lain masih abu-abu dan rancu.

Mang Bemo mengungkap cara mudah menilai kegagalan Bali mengelola sampah. Bisa dilihat dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang masih buka dan dalam kondisi menggunung. Hal ini lantaran pemrosesan sampah tidak berjalan, yang ada hanya pemindahan sampah dari sumber ke TPA.

“Kalau memang ada pemrosesan, TPA tidak akan penuh. Artinya apa yang terjadi? Hanya pemindahan-pemindahan. Sekarang pertanyaannya, yang menumpuk (di TPA) dan yang akan datang (ke TPA) ini akan diapakan?” tegas Mang Bemo.

Eks pekerja migran Indonesia ini terus mempertanyakan pemerintah, kebijakan apa yang dilakukan di TPA. Namun, tidak kunjung mendapat jawaban yang tegas. Ia mewanti-wanti bahwa Bali dalam kondisi darurat dan mimpi buruk Pulau Dewata terkubur tumpukan sampah, bukan isapan jempol belaka.

“Kendalanya ada dari hulu sampai hilir. Manusianya tidak teredukasi dengan baik, kepeduliannya tidak ada, dan pemrosesan hilirnya tidak ada, ya babak belur. Saya sebenarnya menunggu bencana saja ini,” tegas Mang Bemo.

Mang Bemo menjelaskan bahwa solusi paling masuk akal adalah memroses tumpukan sampah di TPA. Ia tidak peduli opsi apa yang diambil pemerintah asal sampah di TPA dapat diproses. Insinerator dinilai efektif, namun mendapat penolakan akibat ketakutan akan asap sisa pembakaran sampah.

Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, kata Mang Bemo, sebagai bentuk kekalangkabutan menyikapi kiamat sampah. Namun, menurut dia, SE tersebut tidak akak efektif lantaran persoalan sampah di Bali tidak sebatas kemasan plastik sekali pakai.

“Menurut saya yang lebih urgen adalah menyelesaikan pemrosesan di hilir. Karena kalaupun ada sampah, tapi di hilir sudah selesai terproses, persoalan ini akan selesai,” jelas Mang Bemo.

Mang Bemo menegaskan bahwa Malu Dong Community ke depan bakal tetap di jalannya sebagai edukator sadar lingkungan hidup di tengah-tengah masyarakat. Daerah hulu ini perlu dibangun meskipun hilirnya pun masih tergopoh-gopoh.

Sementara itu, perayaan HUT Ke-16 Malu Dong Community yang bertepatan dengan Hari Bumi Sedunia, 22 April 2025, dimajukan ke 16-17 April ini lantaran berbarengan rangkaian Hari Raya Galungan. Beberapa komunitas lingkungan di Bali turut bergabung dalam perayaan HUT Malu Dong Community untuk berpameran.

“Sebelumnya kami sudah pameran di hotel-hotel dan melakukan cleanup. Hari ini kami ada diskusi Nyampaht(alk) dan penandatanganan pakta integritas. Besok kami ada pelantikan pengurus baru untuk satu tahun ke depan, rencananya dihadiri Bapak Gubernur,” tutur Ketua Panitia HUT Ke-16 Malu Dong Community, Guntur Syah Alam.

Di sisi lain, Mang Bemo berharap kehadiran Gubernur Bali Wayan Koster, Kamis (17/4/2025), bisa menjadi kesempatan menyamakan persepsi. Ia berharap ada pernyataan yang baik keluar dari Koster soal penyelesaian masalah sampah di hilir. *rat
Read Entire Article