Daerah Lain Juga Diminta Telusuri Kasus Serupa

5 days ago 5
ARTICLE AD BOX
Kasus siswa SMP yang tidak bisa dan tidak lancar baca hitung menurutnya sesuatu yang tidak lazim, karena terjadi di jenjang pendidikan menengah. Dia pun meminta memperkuat kembali pembelajaran Baca Tulis dan Berhitung (Calistung) di pendidikan dasar. Seluruh kepala daerah di kabupaten/kota lainnya di Bali juga harus mengecek apakah juga ada kasus serupa di wilayahnya.

“Saya sudah ngomong sama bupati supaya lebih ditelusuri lagi (sebab-sebabnya). Agak aneh juga karena kan sudah tamat SD, yang harusnya sudah tidak ada masalah soal calistung. Pendidikan harus diperkuat terutama calistungnya,” tegas Gubernur Koster ditemui di Gedung Kesenian Gde Manik Buleleng, Rabu (16/4).

Menurutnya, sistem pembelajaran calistung sudah masuk dalam kurikulum SD. Dengan temuan kasus ini perlu ditingkatkan lagi untuk memastikan tidak terjadi hal serupa di tahun ajaran baru mendatang. 

Gubernur Koster pun meminta seluruh kepala daerah untuk mengecek kasus yang sama. Jika ditemukan untuk segera ditangani. “Kabupaten lain juga harus ditelusuri, jangan-jangan di tempat lain juga ada,” tegas Koster. Sementara itu tokoh masyarakat Buleleng Dewa Nyoman Sukrawan ditemui terpisah menyayangkan kasus siswa SMP yang belum lancar calistung. Dia pun mengaku malu sebagai warga Buleleng yang digembar-gemborkan sebagai Kota Pendidikan kecolongan kasus disleksia.

Mantan Ketua DPRD Buleleng ini pun menyebut banyak faktor yang berkontribusi membuat kasus ini muncul. Sistem pembelajaran di sekolah saat ini lebih ke digitalisasi, jarang melatih anak-anak menulis dan tidak pernah ada Pekerjaan Rumah (PR) yang bermanfaat untuk pengayaan pelajaran di sekolah. “Mestinya pelajaran membaca, menulis dan berhitung tetap diwajibkan. Karena kalau menulis otomatis akan membaca sehingga kuat ilmu baca tulisnya. Sekarang kan lebih baca-ketik. Lalu ada sebuah pembiaran dengan ketentuan sekarang meluluskan semua siswa, sehingga tanggung jawab tidak ada. Kalau dulu tidak bisa baca tidak naik kelas,” ungkap Sukrawan.

Dia pun mendorong pemerintah mengembalikan sistem pembelajaran dan kurikulum seperti dahulu. Terutama dalam evaluasi belajar. Siswa yang memang belum mampu jangan dipaksakan untuk lulus dan melanjutkan ke jenjang berikutnya.  “Bagaimana mau siap belajar teori fisika, matematika dan Bahasa inggris yang lebih berat, kalau baca tulis dan menghitung saja belum lancar,” imbuh politisi asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini. Hal penting yang juga disorotinya, soal fenomena diskriminasi guru oleh orang tua siswa. Sukrawan pun menilai, orangtua terlalu jauh menyayangi anak-anaknya, sehingga saat ada didikan lebih keras dari guru malah balik menyerang dan menyalahkan guru. Mirisnya ada guru yang harus meminta maaf dan berurusan dengan hukum karena mendidik siswanya.

“Saya harap Bupati bersama Wabup, DPRD, Disdikpora turun langsung beri edukasi ke masyarakat. Di sekolah juga jangan sampai ada arahan anak-anak wajib lulus. Kalau begini berarti anak-anak tidak belajar, justru gurunya yang belajar. Kualitas tidak menjadi tujuan utama. Bagaimana Buleleng mau maju SDM kita cetak rendah begini,” tegas dia. Situasi pendidikan Buleleng saat ini harus menjadi pelecut bagi kepala sekolah dan guru yang memiliki siswa disleksia. Menurutnya saat ini guru harus menunjukkan keahlian dan kemampuannya memberikan pendidikan dan membantu siswa disleksia keluar dari masalah yang dihadapi. “Kinerja guru juga harus dimatangkan, tingkatkan tujuannya mencerdaskan anak bangsa. Jangan sampai saling lempar tanggung jawab. Pemerintah, disdikpora, seluruh masyarakat bertanggungjawab untuk masalah ini,” terang dia. 7 k23
Read Entire Article