Mengenang Perupa Legendaris Kota Denpasar Almarhum I Gusti Made Peredi Lewat Karya dan Dedikasinya

16 hours ago 4
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Warisan karya seni perupa legendaris Kota Denpasar almarhum I Gusti Made Peredi tetap dikenang hingga saat ini. Gusti Made Peredi yang wafat pada 20 Januari 2022 lalu ini meninggalkan karya seni berupa ribuan sketsa dan lukisan yang fenomenal. 

Terdata sebanyak 2.617 karya seninya tersimpan rapi di rumahnya di Jalan Mayor Wisnu, Gang 1/6 Banjar Abasan, Kelurahan Dangin Puri, Denpasar Timur, Kota Denpasar. Karya-karyanya tersebut dirawat dengan baik anak keduanya, I Gusti Ngurah Dwiana Putra. Ribuan karya yang masih ada saat ini yakni dalam bentuk sketsa sebanyak 2.234 lembar, 39 buah lukisan kanvas hitam putih, 97 buah lukisan kanvas cat minyak, 247 buah lukisan kertas pastel kapur, dan 1 lembar langse bergambar wayang.

Menurut Dwiana Putra, lukisan tersebut dibuat ayahnya sejak tahun 1956 hingga 2016. Dia mengumpulkan dan merawat karya-karya ayahnya untuk dikoleksi dan dibuatkan ruangan khusus di rumahnya. “Sejak ajik tiada tahun 2022 lalu karya-karya ini mulai saya data dan kumpulkan, sekian banyak karya beliau tidak terbatasi satu medium, ada dari kapur, pastel, cat air, cat minyak, hingga tinta tradisional (mangsi). Pilihan media Ajik berubah mengikuti fase hidupnya dari masa kecil, kuliah, hingga usia senja,” ucap Dwiana Putra saat ditemui di rumahnya, Selasa (6/5).

I Gusti Ngurah Dwiana Putra memperlihatkan karya-karya ayahnya di kediamannya Jalan Mayor Wisnu, Gang 1/6 Banjar Abasan, Kelurahan Dangin Puri, Denpasar, Selasa (6/5). –MIASA 

Dia menuturkan, gaya ayahnya melukis dengan warna, garis, dan jiwa pesisir sangat kental. Ayahnya itu memang tinggal lama di wilayah Pesisir Selatan Bali. Sosok Gusti Peredi sangat dekat dengan laut. Almarhum kerap melukis secara langsung di pantai seperti Kuta, Jimbaran, Nusa Dua dan Benoa. Panorama pesisir dan kehidupan masyarakat sekitarnya menjadi tema dominan dalam karyanya. Gaya lukisnya naturalis, kadang dekoratif, namun tetap mencerminkan napas Bali yang kuat.

Selain melukis pantai secara realis, Ajik Peredi sapaannya juga menghidupkan wayang dan karang dalam gambar. Selain panorama alam Gusti Peredi dikenal dengan karya lukisan wajah-wajah binatang, raksasa, dan bentuk karangan tradisional Bali seperti karang guak, karang raksasa, karang gajah, hingga rangda dan barong landung. 

"Ajik menciptakan bentuk yang hidup dan khas, berbeda dari gaya klasik Kamasan karena menyisipkan unsur anatomi dan pendekatan personal dalam pewayangan yang digambarnya,” tutur Dwiana. Lebih lanjut dikatakan, sosok almarhum dikenal sebagai seniman otodidak, namun berpola seperti guru. Menurutnya Gusti Peredi tidak pernah belajar secara formal dengan satu tokoh, namun dia menyerap ilmu dari berbagai seniman seangkatannya seperti I Gusti Ngurah Gede (Sidik Jari), Kasim, dan gurunya Rai Kalam. 

Dia juga disebutkan dekat dengan seniman seperti Suwandi dan Raka Pasta yang turut mempengaruhi eksplorasi medianya. Dwiana mengungkapkan ayahnya tak komersial, tapi terlihat bernyawa. Meski karya-karyanya diminati hingga luar negeri, termasuk kolektor asal Jerman, Gusti Peredi tidak pernah membawa lukisan ke galeri untuk dijual. Dia lebih sering melakukan pameran dalam ajang seperti Pesta Kesenian Bali (PKB). "Dia 'tidak ngacung gambar' biasa dalam ungkapan ajik, menolak menilai karyanya dengan uang, serupa dengan prinsip seniman Ida Bagus Poleng," ungkapnya. 

Gusti Peredi adalah seorang pendidik dan penjaga tradisi Banjar. Sebagai pengajar di SD hingga SMSR Batubulan, Gusti Peredi tidak hanya mengajar di kelas. “Di lingkungan rumah, Ajik aktif menularkan keterampilan seni kepada para pemuda banjar. Sekitar 70 persen pemuda di sekitarnya belajar natah (mengukir) langsung dari Ajik. Ajik juga aktif membuat kober, tangkeb rangda, dan ornamen lainnya untuk keperluan upacara di Geria dan banjar,” bebernya. Gusti Peredi merupakan anak kedua dari empat bersaudara. 

Almarhum lahir dari pasangan I Gusti Made Raka Ngetis, seorang seniman ukir dan Jro Kayen seorang penenun dari Tatasan. Garis keturunan seni ini makin kuat dengan keberadaan istri dan anak-anaknya yang turut melanjutkan karya-karya budaya keluarga, termasuk anaknya Dwiana Putra yang kini menjadi arsitek dan penerus pembuat kober (bernilai sakral). Mengenal Gusti Peredi seperti zaman yang terbingkai. 

Dimana kiprahnya membentang dari masa muda hingga pensiun. Dia sempat mengajar, berpameran, dan menciptakan karya untuk kampanye politik pada zamannya. Keluarganya aktif dalam komunitas dan ikut serta dalam pembangunan Museum Bali melalui peran keluarganya dari Jro Kepisah. Meski Gusti Peredi meninggal pada 20 Januari 2022, warisan karyanya terus hidup lewat ribuan sketsa, lukisan, dan semangat yang tertanam dalam generasi muda yang pernah disentuhnya. Dalam garisnya, dalam warnanya, dalam setiap guratan ogoh-ogoh dan wayang yang ia hidupkan, Peredi adalah kisah tentang kesetiaan pada seni, alam, dan budaya Bali yang tak lekang oleh waktu.

Berkat ketelatenan serta kegigihan dalam mengarungi dunia seni rupa, Gusti Peredi dianugerahi penghargaan bergengsi dari pemerintah mulai dari Pemerintah Kota Denpasar hingga tingkat Provinsi Bali. Diantaranya, penghargaan yang pernah diterima yakni Seni Kerti Budaya Kota Denpasar tahun 2004, kemudian penghargaan Seniman Tua (2007) dari Gubernur Bali dan Piagam Dharma Kusuma (2008) dari Gubernur Bali. 7 mis
Read Entire Article