Ogoh-Ogoh STT Swastika Dharma Menembus Masikian Festival 2025 di Jembrana

1 month ago 13
ARTICLE AD BOX
Dengan demikian, ogoh-ogoh "Solah Kasuran Pati"  akan mengikuti parade ogoh-ogoh di perempatan catus pata Jalan Sudirman Negara, dan tampil dalam pameran ogoh-ogoh hingga 22 Maret 2025 dalam acara yang diselenggarakan oleh Pasikian Yowana Jembrana bertajuk Masikian Festival 2025.

Arsitek sekaligus undagi ogoh-ogoh, Dewa Gede Panji Kerta Adnyana Putra alias Dode Panji (26), mengatakan bahwa karya mereka bertajuk Solah Kasuran Pati, yang mengangkat tema keserakahan dan keangkuhan seorang raja. Tema ini dipilih untuk merefleksikan fenomena sosial masa kini.

“Ini bukan sindiran kepada pemerintah, melainkan cerminan sifat negatif manusia yang relevan dengan kehidupan sekarang. Filosofi ogoh-ogoh memang kerap dikaitkan dengan kenyataan sosial,” ujar alumni Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar yang kini mengajar di salah satu SMP.


Ogoh-ogoh ini menampilkan empat tokoh, yakni satu raja sebagai tokoh utama, dua buta kala sebagai lambang sifat buruk, dan satu parekan atau abdi raja. Proses pengerjaan dimulai sejak 20 Desember 2024, diawali dengan upacara nuwasen/mapiuning, lalu dilanjutkan pembangunan rangka utama.

Dode menjelaskan bahwa biaya pembuatan ogoh-ogoh mereka berkisar Rp25 juta, namun bukan semata untuk mengejar prestise lomba. “Kami lebih mengutamakan kebersamaan dan kreativitas, bukan sekadar besar-kecilnya anggaran. Banyak bahan kami olah dari barang bekas untuk efisiensi dan ramah lingkungan,” terangnya.

Ia juga menyoroti tren penggunaan sound system saat pengerupukan yang menurutnya menggeser nilai-nilai budaya. “Sayang sekali kalau ogoh-ogoh diiringi musik DJ. Padahal masih banyak alat musik tradisional seperti tek-tekan dari bambu yang bisa dipakai untuk menjaga nuansa Bali,” ujarnya.


Lebih lanjut, Dode memuji perkembangan kreativitas ogoh-ogoh di Jembrana yang menurutnya sangat pesat. “Struktur dan anatomi ogoh-ogoh makin kompleks dan kokoh. Bahkan kini teknologi bisa disisipkan agar ogoh-ogoh tampak bergerak dan hidup,” ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya kembali ke penggunaan bahan ramah lingkungan seperti ulatan bambu, yang menurutnya mulai banyak digunakan lagi dalam satu dekade terakhir, termasuk di pelosok desa.

Dode berharap ke depannya pemerintah memberikan sosialisasi dan dukungan terhadap STT maupun komunitas non-formal seperti sekaa demen agar tradisi ogoh-ogoh makin berkembang tanpa mengorbankan nilai budaya maupun lingkungan. “Kami juga berharap tidak ada gesekan atau konflik dalam lomba tahun ini. Yang utama adalah semangat berkarya bersama demi menjaga warisan budaya Bali,” tutupnya. *m03

Read Entire Article