ARTICLE AD BOX
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali Wayan Sayoga dan Sekretaris I Made Dwija Suastana pada, Rabu (23/4), Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali menyatakan mendukung sepenuhnya langkah tegas Kejati Bali mengeksekusi terpidana penistaan perayaan Nyepi. Disampaikan, Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali mendukung para penegak hukum yang memegang teguh prinsip kebenaran dan keadilan.
"Penegakan hukum dan sistem yang dibangun hendaknya dijauhkan dari sentimen mayoritas atau minoritas. Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan. Diskriminasi atas nama suku dan agama harus diakhiri agar kita bisa menuju suatu tatanan negara yang beradab lewat prinsip-prinsip negara hukum. Konstitusi negara ini tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas. Semua sama dan sederajat di hadapan hukum," bunyi pernyataan Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali. Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali meminta Pemerintah dan krama Bali harus berani mengirimkan pesan yang jelas dan tegas kepada siapa pun yang menciptakan kegaduhan di Bali.
Cara-cara barbar primitif sudah tidak mendapat tempat di tengah zaman yang terus bergerak maju. Diberitakan sebelumnya, eksekusi terhadap dua orang terpidana kasus penodaan agama saat Nyepi tahun 2023 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, menuai kecaman dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali dan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Penjemputan paksa Acmat Saini, dan Mokhamad Rasad itu disebut diwarnai dengan kekerasan. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya. Ia bersama sejumlah tim advokasi menemui keluarga Saini dan Rasad ke Sumberklampok pada Minggu (20/4) lalu. Pihaknya berencana mengadukan persoalan ini ke sejumlah pihak terkait di pemerintah pusat. “Sebagaimana diketahui bahwa penjemputan itu dilakukan pukul 03.30 Wita dengan cara-cara yang menurut kami sangat melanggar etika, sangat melanggar norma-norma, dan sangat bertentangan dengan hukum dan undang-undang,” ujar dia, Senin (21/4).
Ada tiga butir pernyataan sikap yang mengecam tindakan represif dalam penjemputan paksa Rasad dan Saini. Tindakan itu dianggap dilakukan dengan cara-cara melakukan kekerasan. Yaitu dilakukan pada tengah malam dengan mendobrak pintu, mencongkel jendela, kemudian melakukan penangkapan layaknya terhadap pelaku tindak pidana kejahatan luar biasa. “Akibat kejadian itu menimbulkan korban yang ditabrak mobil eksekutor yang sampai sekarang masih dirawat, ada korban juga kerusakan sepeda motor yang ditabrak, dan ini sangat disayangkan,” lanjut Agus.
Sebelumnya Kajati Bali, Ketut Sumedana menyatakan tidak ada kekerasan dalam proses eksekusi terhadap Acmat Saini dan Mokhamad Rasad. Alasan eksekusi dilakukan dini hari, bahkan menjelang subuh justru untuk menghindari kekerasan. “Tidak ada kekerasan. Kami memang melakukan penjemputan jelang subuh. (Sebab) tujuannya untuk menghindari kekerasan. Sehingga (eksekusi) berjalan lancar,” ungkapnya. 7 adi